The best Side of buku sirah tahun 3
The best Side of buku sirah tahun 3
Blog Article
kaum musyrikin tidak membiarkan makanan apapun yang masuk ke Mekkah atau dijual kecuali mereka segera memborongnya. Tindakan ini membuat kondisi Bani Hâsyim dan Bani al-Muththalib semakin kepayahan dan memprihatinkan sehingga mereka terpaksa memakan dedaunan dan kulit-kulit. Selain itu, jeritan kaum wanita dan tangis bayi-bayi yang mengerang kelaparan pun terdengar di balik kediaman tersebut. Tidak ada yang sampai ke tangan mereka kecuali secara sembunyi-sembunyi, dan merekapun tidak keluar rumah untuk membeli keperluan keseharian kecuali pada alAsyhur al-Hurum (bulan-bulan yang diharamkan berperang). Mereka membelinya dari rombongan yang datang dari luar Mekkah akan tetapi penduduk Mekkah menaikkan harga barang-barang kepada mereka beberapa kali lipat agar mereka tidak mampu membelinya. Hakîm bin Hizâm pernah membawa gandum untuk diberikan kepada bibinya, Khadîjah radhiallaahu 'anha namun suatu ketika dia dihadang oleh Abu Jahal dan diinterogasi olehnya guna mencegah upayanya. Untung saja, ada Abu al-Bukhturiy yang menengahi dan membiarkannya lolos membawa gandum tersebut kepada bibinya. Dilain pihak, Abu Thalib merasa khawatir atas keselamatan Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam. Untuk itu, dia biasanya memerintahkan beliau untuk baring di tempat tidurnya bila orang-orang beranjak ke tempat tidur mereka.
Tuan Emerick juga memanfaatkan banyak informasi geografis, sejarah dan budaya yang mungkin tidak Anda temukan dalam biografi lain untuk memberikan gambaran yang jelas tentang latar dan menghubungkan pentingnya pilihan dan situasi tertentu yang dihadapi Nabi. Anda juga akan mempelajari lebih lanjut tentang sejarah Arab dengan cara yang mudah diakses.
Karenanya, engkau hanya punya dua alternatif: mencegahnya atau membiarkan kami dan dia menyelesaikan urusan ini. Sesungguhnya kondisimu adalah sama seperti kami, tidak sependapat dengannya, oleh karena itu kami berharap dapat mengandalkanmu dalam menjinakkannya'. Abu Thalib berkata kepada mereka dengan tutur kata yang lembut dan membalasnya dengan cara yang halus dan baik. Setelah itu mereka pun akhirnya undur diri. Sementara itu, Rasulullah tetap melakukan aktivitas seperti biasanya; mengkampanyekan dienullah dan mengajak kepadanya". Akan tetapi, orang-orang Quraisy tidak dapat berlama-lama sabar manakala melihat beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam terus melakukan aktivitasnya tersebut dan berdakwah kepada Allah bahkan hal itu semakin membuat mereka mempersoalkannya dan mengumpatinya. Lantaran itu pula, mereka kemudian memutuskan untuk menghadap Abu Thalib sekali lagi namun dengan cara yang lebih kasar dan keras daripada sebelumnya. Kaum Quraisy mengultimatum Abu Thalib Para tokoh kaum Quraisy kembali mendatangi Abu Thalib seraya berkata kepadanya: "wahai Abu Thalib! Sesungguhnya kami menghargai usia, kebangsawanan dan kedudukanmu. Dan sesungguhnya pula, kami telah memintamu menghentikan gelagat keponakanmu itu, namun engkau tidak melakukannya. Sesungguhnya kami, demi Allah! tidak akan mampu bersabar atas perbuatan mencela nenek moyang kami, membuyarkan
Kelebihan buku ini dibandingkan dengan buku-buku sejenis yang ditulis oleh sejarawan sebelum dan sesudahnya yaitu adanya periwayatan yang jelas sehingga dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya.
“wahai anak saudaraku! Sesungguhnya engkau telah datang kepada orang-orang dengan sesuatu hal yang amat besar sehingga membuat mereka bercerai berai, angan-angan mereka engkau kerdilkan, tuhan-tuhan serta agama mereka engkau cela dan nenek-nenek moyang mereka engkau kafirkan. Dengarlah! Aku ingin menawarkan beberapa hal kepadamu lantas bagaimana pendapatmu tentangnya?. Semoga saja sebagiannya dapat engkau terima”. “wahai Abu al-Walîd! katakanlah, aku akan mendengarkannya!”, jawab Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam . “wahai anak saudaraku! Jika apa yang engkau bawa itu semata hanya menginginkan harta, kami akan mengumpulkan harta-harta kami untukmu sehingga engkau menjadi orang yang paling banyak hartanya diantara kami; jika apa yang engkau bawa itu semata hanya menginginkan kedudukan, maka kami akan mengangkatmu menjadi tuan kami hingga kami tidak akan melakukan sesuatupun sebelum engkau perintahkan; jika apa yang engkau bawa itu semata hanya menginginkan kerajaan, maka kami akan mengangkatmu menjadi raja; dan jika apa yang datang kepadamu adalah jin yang engkau lihat dan tidak dapat engkau mengusirnya dari dirimu, kami akan memanggilkan tabib untukmu serta akan kami infakkan harta kami demi kesembuhanmu, sebab orang terkadang terkena oleh jin sehingga perlu diobati”, katanya - atau sebagaimana yang dia katakan- hingga akhirnya ‘Utbah selesai dan Rasulullah mendengarkannya.
kepada Hisyâm: “apakah ada orang yang membantu kita dalam hal ini?” “Ya”, jawabnya “siapa dia?”, tanyanya “Zuhair bin Abi Umayyah, al-Muth’im bin ‘Adiy. Aku juga akan bersamamu”, jawabnya “kalau begitu, carikan lagi bagi kita orang kelima”, pintanya. Kemudian dia pergi lagi menuju kediaman Zam’ah bin al-Aswad bin al-Muththalib bin Asad. Dia berbincang dengannya lalu menyinggung perihal kekerabatan yang ada diantara mereka dan hak-hak mereka. Zam’ah bertanya kepadanya: “apakah ada orang yang ikut serta dalam urusan yang engkau ajak diriku ini?” “ya”, jawabnya. Kemudian dia menyebutkan nama-nama orang yang ikut serta tersebut. Akhirnya mereka berkumpul di pintu Hujûn dan berjanji akan melakukan pembatalan terhadap shahifah. Zuhair berkata: “Akulah yang akan memulai dan orang pertama yang akan berbicara”. Ketika paginya, mereka pergi ke tempat perkumpulan. Zuhair datang dengan mengenakan pakaian kebesaran lalu mengelilingi ka’bah tujuh kali kemudian menghadap ke khalayak seraya berkata: “Wahai penduduk Mekkah!
bekal makanan-minuman sampai ke mulut gua, kemudian kembali ke rumah. Dari riwayat Imam Bukhari dapat difahami bahwa menjelang turunnya wahyu pertama, beliau berbekal untuk tinggal di gua berhari-hari dan jika perbekalannya habis beliau menjemput bekal untuk hari-hari selanjutnya. Hal ini dilakukan beliau pada awal-awal bulan Ramadlan. Sedangkan pada hari-hari menjelang turunnya wahyu agaknya beliau pulang setiap hari sebelum matahari terbenam, karena pada hari itu ketika matahari terbenam sedang Muhammad tak kunjung datang Khadijah cemas dan mengutus suruhannya untuk menjemput atau memperoleh keterangan akan sebab keterlambatannya. Berdasarkan riwayat Qatadah, Al-Tabary lebih lanjut menerangkan bahwa sesaat setelah menerima wahyu, Rasulullah keluar dari gua Hira dan mendapatkan Jibril dalam bentuk seseorang berdiri di ufuk langit dan menyapanya: Wahai Muhammad, aku Jibril dan engkau Rasulullah (utusan Allah), sabda Rasullah: seketika aku tertegun dan setiap aku melayangkan pandangan ke arah setiap penjuru terlihat olehku pemandangan yang sama sehingga aku berdiam diri, tidak maju, tidak mundur sampai utusan Khadijah datang menyaksikan aku dalam keadaan seperti itu, lalu ia pergi dan aku pun beranjak menuju rumah. Setiba di rumah langsung duduk di hadapan Khadijah yang segera bertanya: dari manakah gerangan wahai Abal Qasim? aku amat cemas sampai mengutus orang dan baru saja kembali. Di sini Qatadah mencampur-baur riwayat, karena seandainya Jibril menampakkan diri di ufuk langit saat Muhammad berangkat meninggalkan gua lalu menyapanya dengan sebutan Rasulullah, tentu beliau tidak perlu merasa takut dari apa yang baru saja dialami, dan tidak perlu Khadijah bergegas menghantar beliau menemui Waraqah ibn Noufal. Ditambahkan pula, bahwa ketika Muhammad menceritakan kejadiannya, beliau tidak menyebutkan adanya malaikat Jibril di ufuk langit.
menghadapi kafilah Abu Jahal yang berpersonil 300 orang. Tapi kontak bersenjata ternyata dapat dihindari atas usaha mediasi yang dilakukan oleh Maghdi ibn 'Amr Al-Juhni, pemimpin suku Juheina yang berusaha keras untuk menghindarkan wilayahnya dari kecamuk perang. Berkata Al-Waqidi 10/10: “Atas usaha mediasi yang dilakukan oleh Magdi ibn Amr dengan berulangalik antara kedua belah pihak, akhirnya perang dapat dihindarkan sehingga kafilah Abu Jahal melanjutkan perjalanan ke Mekkah sementara Hamzah dan pasukannya kembali ke Madinah”. Rasulullah sendiri memuji usaha Magdi ibn Amr tersebut. Beliau bersabda: “Orang-orang Qureisy memandangnya sebagai sekutu”. Ketika orang-orang Juheina mendatangi Rasulullah di Madinah dan sempat menanyakan sikap Rasulullah terhadap pimpinan mereka, beliau menjawab: “Ia adalah orang yang memiliki kejelian”. Dalam sebagian riwayat dikatakan bahwa lima belas anggota personil operasi pertama terdiri dari Al-anshar dan itu tidak benar, karena orang-orang Al-anshar mulai ikut operasi al-maghazy sejak perang Badr. Hal ini berhubungan dengan kebijaksanaan Rasulullah yang secara konstitusional sampai perang Badr didasarkan pada perjanjian aqabah II, di mana digariskan bahwa "orangorang Al-anshar berjanji melindungi Rasulullah seperti halnya melindungi diri dan keluarga sendiri dari setiap ancaman, baik dari dalam maupun dari luar Madinah". Oleh karena itu tidak wajib bagi mereka ikut serta dalam operasi al-maghazy dalam bentuk apapun. Di pihak lain Rasulullah pun tidak meminta kepada mereka sampai peristiwa perang Badr.
bahwa mereka mencegahnya untuk melakukan niatnya, dia kemudian memberitahu mereka perihal nazar tersebut sehingga mereka pun menaatinya. Dia menulis nama-nama mereka di anak panah yang akan diundikan diantara mereka dan dipersembahkan kepada patung Hubal, kemudian undian tersebut dimulai maka setelah itu keluarlah nama 'Abdullah. 'Abdul Muththalib membimbingnya sembari membawa pedang dan mengarahkan wajahnya ke Ka'bah untuk segera disembelih, namun orang-orang Quraisy mencegahnya, terutama paman-pamannya (dari fihak ibu) dari Bani Makhzum dan saudaranya, Abu Thalib. Menghadapi sikap tersebut, 'Abdul Muththalib berkata: "lantas, apa yang harus kuperbuat dengan nazarku?". Mereka menyarankannya agar dia menghadirkan dukun/peramal wanita dan meminta petunjuknya. Dia kemudian datang kepadanya dan meminta petunjuknya. Dukun/peramal wanita ini memerintahkannya untuk menjadikan anak panah undian tersebut diputar antara nama 'Abdullah dan sepuluh ekor onta; jika yang keluar nama Abdullah maka dia ('Abdul Muththalib) harus menambah tebusan sepuluh ekor onta lagi, begitu seterusnya hingga Tuhannya ridha. Dan jika yang keluar atas nama onta maka dia harus menyembelihnya sebagai kurban. 'Abdul Muththalib pun kemudian pulang ke rumahnya dan melakukan undian (sebagaimana yang diperintahkan dukun wanita tersebut) antara nama 'Abdullah dan sepuluh ekor onta, lalu keluarlah yang nama 'Abdullah; bila yang terjadi seperti ini maka dia terus menambah tebusan atasnya sepuluh ekor onta begitu seterusnya, setiap diundi maka yang keluar adalah nama 'Abdullah dan diapun terus menambahnya dengan sepuluh ekor onta hingga onta tersebut sudah berjumlah seratus ekor berulah undian tersebut jatuh kepada onta-onta tersebut, maka dia kemudian menyembelihnya dan meninggalkannya begitu saja tanpa ada yang menyentuhnya baik oleh tangan manusia maupun binatang buas.
BAB one PERJALANAN HIDUP DAN PERJUANGAN MUHAMMAD Suatu telaah historis 1. PERIODE MEKKAH Nabi Muhammad Observed yang agung, sejak dilantik menjadi rasul hingga wafat, hidup selama 23 tahun hijriyah6. Selama 13 tahun berjuang di Mekkah dengan segala upaya intensif membawa misi dan petunjuk kebenaran dari Tuhan kepada suatu kaum yang secara apriori7 telah memutuskan untuk menolaknya, berhubung tradisi intelektual yang mereka miliki tidak dapat menerima sesuatu yang dinamakan risalah atau kenabian ataupun agama dari Tuhan. Seluruh pemikiran mereka hanya berkisar pada sukuisme. Dunia mereka adalah status sosial dan bagaimana memperoleh keuntungan materi sebanyak-banyaknya. Abu Jahal meninggal dunia dalam keyakinan sepenuhnya bahwa masalah kenabian hanyalah suatu tipu daya Bani Hasyim - Abdul Mutthalib (anak cucu Hasyim dan Abdul Mutthalib) untuk mengembalikan kepemimpinan leluhur mereka yang hilang bersama perginya Abdul Mutthalib. Kepemimpinan kini sedang berada di pihaknya. Ia dan golongannya telah bersusah payah memperoleh kekuasaan tersebut, walaupun dengan cara menumpuk kekayaan tanpa menghiraukan batas-batas moral yang telah dicanangkan Abdul Mutthalib sejak dahulu. Tidak heran jika untuk tujuan itu mereka melakukan pemaksaan, pemalsuan, penipuan, dan mempermainkan jadwal pembayaran utang-piutang.
Oleh karena itu, bertakwalah kalian kepada Allah, berindah-indahlah dalam meminta serta janganlah keterlambatan rizki atas kalian mendorong kalian untuk memintanya dengan cara melakukan perbuatan maksiat kepadaNya, karena sesungguhnya apa yang ada disisi Allah tidak akan didapat kecuali dengan berbuat ta'at kepadaNya". Ketiga, berupa malaikat yang berwujud seorang laki-laki; lantas dia mengajak beliau berbicara hingga mengingat dengan jelas apa yang dikatakan kepadanya. Dalam urutan ini, terkadang para shahabat melihat malaikat tersebut. Keempat, berupa bunyi gemerincing lonceng yang datang kepada beliau; peristiwa ini merupakan pengalaman yang paling berat bagi beliau dimana malaikat memakai cara ini hingga membuat keningnya mengerut bersimbah peluh. Ini terjadi di hari yang amat dingin. Demikian pula, mengakibatkan onta beliau duduk bersimpuh ke bumi bila beliau menungganginya. Dan pernah juga wahyu datang seperti kondisi tersebut dan saat itu paha beliau ditaruh diatas paha Zaid bin Tsabit yang seketika dirasakan olehnya (Zaid)
10. PERIODE KEDUA PERTEMPURAN Kesempatan tidak terluang untuk merinci lebih lanjut detik-detik peristiwa tewasnya Abu Jahal pada paragraf sebelumnya. Pada bagian untuk membicarakan periode kedua pertempuran yang menentukan dalam sejarah Islam dan sejarah umat manusia ini kita masih menyambung detikdetik peristiwa tersebut sebagaimana yang diuraikan oleh Mu'adz ibn 'Amr yang dikutip AlWaqidi "..aku bersumpah : tiada yang dapat menghalangi aku untuk menyelesaikannya kecuali mati dan secepat kilat aku menyerangnya dan berhasil mengenai kakinya, kemudian aku mendapat serangan dari putranya, 'Ikrimah' yang mengenai lenganku dan terpotong tapi masih lengket dan aku bisa menariknya ke belakang; ketika aku merasakan sakitnya aku injak dan memotongnya sendiri kemudian aku melihat 'Ikrimah lewat, sekiranya tanganku masih ada tentu aku sudah menghabiskannya pula" (Al-Waqidi, vol. 1/78) Kemudian Al-Waqidi meriwayatkan: "Setelah pertempuran usai Rasulullah memerintahkan untuk mencari Abu Jahal; berkata Ibn Mas'ud: lalu aku mendapatkannya sedang berlumuran darah, aku meletakkan kaki-ku di lehernya dan berkata kepadanya: Al-hamdu lillah, aku bersyukur kepada Allah yang mencelekakanmu, ia menjawab: yang celaka ialah putra hamba sahaja (maksudnya Abdullah ibn Mas'ud), kamu sudah bisa bertingkah hai pengembala cilik ! siapa yang berkuasa sekarang ? kataku: Allah dan Rasul-Nya. Berkata Abdullah ibn Mas'ud : lalu dia memegang bahunya dan aku berkata: aku akan membunuhmu wahai Abu Jahal! ia menjawab: kamu bukanlah hamba sahaja pertama yang membunuh tuannya; oh, betapa sial nasibku hari ini kalau kamu yang membunuhku, mengapa aku tidak terbunuh oleh orang-orang terpandang! Lalu Abdullah memukulnya dengan pedang yang memotong lehernya dan kepalanya terpisah terbang hinggap di tangan Ibn Mas'ud kemudian ia menariknya".
ini membuat rombongan kami gelisah akibat letih dan kondisi kekeringan yang melilit. Akhirnya kami sampai juga ke Mekkah untuk mencari bayi-bayi susuan akan tetapi tidak seorang wanita pun diantara kami ketika disodorkan untuk menyusui Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam melainkan menolaknya setelah mengetahui kondisi beliau yang yatim. Sebab, tujuan kami (rombongan wanita penyusu bayi), hanya mengharapkan imbalan materi dari orang tua si bayi sedangkan beliau Shallallahu 'alaihi wasallam bayi yang yatim, lantas apa gerangan yang dapat diberikan oleh ibu dan kakeknya buat kami?. Kami semua tidak menyukainya karena hal itu; akhirnya, semua wanita penyusu yang bersamaku mendapatkan bayi susuan kecuali aku. Tatkala kami semua sepakat akan berangkat pulang, aku berkata kepada suamiku: 'demi Allah! Aku tidak sudi pulang bersama teman-temanku tanpa membawa seorang bayi susuan. Demi Allah! Aku akan pergi ke rumah bayi yatim tersebut dan akan mengambilnya menjadi bayi susuanku. Lalu suamiku berkata: 'tidak ada salahnya bila kamu melakukan hal itu, mudah-mudahan Allah menjadikan kehadirannya di tengah kita suatu keberkahan. Akhirnya aku pergi ke rumah beliau Shallallahu 'alaihi wasallam dan membawanya serta. Sebenarnya, motivasiku membawanya serta hanyalah karena belum mendapatkan bayi susuan yang lain selain beliau. Setelah itu, aku pulang dengan membawanya serta dan mengendarai tungganganku. Ketika dia kubaringkan di pangkuanku dan menyodorkan puting susuku ke mulutnya supaya menetek ASI yang ada seberapa dia suka, diapun meneteknya hingga kenyang, dilanjutkan kemudian oleh saudara sesusuannya (bayiku) hingga kenyang pula.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan kaumnya, beliau nampak lebih menggandrungi untuk mengasingkan diri. Hal ini terjadi tatkala beliau menginjak usia 40 tahun; beliau membawa roti dari gandum dan bekal air ke gua Hira' yang terletak di jabal an-Nur , yaitu sejauh hampir 2 mil dari Mekkah. Gua ini merupakan gua yang get more info indah, panjangnya four hasta, lebarnya 1,seventy five hasta dengan ukuran zira' al-Hadid (hasta ukuran besi). Di dalam gua tersebut, beliau berpuasa bulan Ramadhan, memberi makan orang-orang miskin yang mengunjunginya. Beliau menghabiskan waktunya dalam beribadah dan berfikir mengenai pemandangan alam di sekitarnya dan adanya kekuasaan dalam menciptakan dibalik itu. Kaumnya yang masih menganut 'aqidah yang amburadul dan cara pandang yang rapuh membuatnya tidak tenang akan tetapi beliau tidak memiliki jalan yang jelas, manhaj yang terprogram serta cara yang terarah yang membuatnya tenang dan setuju dengannya. Pilihan mengasingkan diri ('uzlah) yang diambil oleh beliau Shallallahu 'alaihi wasallam ini merupakan bagian dari tadbir (aturan) Allah terhadapnya. Juga, agar terputusnya hubungannya dengan kesibukan-kesibukan di muka bumi, gemerlap hidup dan nestapanestapa kecil yang mengusik kehidupan manusia menjadi noktah perubahan dalam mempersiapkan diri menghadapi urusan besar yang sudah menantinya sehingga siap mengemban amanah kubro, merubah wajah bumi dan meluruskan garis sejarah.